
Kita hanyalah alat atau instrumen bagi Nya, dan tanggungjawab tidak terletak di bahu kita. Ingatlah bahwa Tuhanlah Sang Maha Ahli yang berbuatu sesuatu itu, dan engkau adalah (umpama) tangan-Nya.
Jika kita mengerjakan tugas dalam keadaan seperti ini (menjadi alat), maka tidak akan ada bahaya yang akan menimpa kita, kerana Tuhan yang akan melakukannya.
Seperti Firmannya: Bukan engkau yang melontar itu, tetapi Akulah yang melontar itu.
Namun jika kiata berkata, Akulah yang melakukan segalanya maka pujian dan tuduhan (celaan) ada di bahu (pada) kita.
Inilah sejatinya, La Hawla Walla Quuwata illa bil allah, (tiada daya dan upaya kecuali Allah) ketika hakikat ini sudah berhasil melenyapkan diri dalam INTUISI dan dalam KEHENDAKNYA, ketika seluruh rancangan bekerja otomatis tanpa direncanakan oleh sang DIRI, ketika Nafsu, emosi, keinginan dan angan-angan sudah teratur dalam keseimbangan Titik Nol,
dan ketika manusia bergerak dalam posisi terhubung dalam penyembahan SEJATI, (La haula wala quwata illa bi allah), ketika IKHTIAR DIRI mencapai Titik NOL, Ketika AKAL terDIAM, ketika kita Menyadari dengan seSADAR-SADARnya akan Wujud dan KehendakNYA,
Ketika seluruh GERAK dan DIAMnya sudah berwujud MENYATU dalam HIDUP,
Maka ketika ini dan situasi inilah, dapat diibaratkan umpama gula dan manisnya (baqa) , tidak dapat terpisahkah lagi, menyatu buat selama-lamanya.
Aku dan Dia adalah satu.
Bagaimanapun, sering kali manusia tertipu dan Tertirai di sini, ketika KEHENDAK itu dikatakan Bersatu dalam Gerak dan DIAM, tetapi malangnya kita tidak menyadari sang Bayang berlari Mengecoh sang Diri, (kerana sang bayang masih mengaku ada keupayaannya).
Ingatlah, kehadiran Sang Bayang berasal dari ketiadaan, luar dan dalamnya tiada berbeda. Tidak dapat ditafsirkan.
TETAPI sang DIRI ini tidak akan dapat ditipu sang Bayang, manakala cahaya mulai menampakkan sinarnya, dalam diri dan QALBU yang HENING, sang Bayang akan HILANG (dalam Kesatuan).
Yaa, ketika HENING itu sudah Bersatu dengan HIDUP, tiada lagi bezanya hidup dan tafakur, semua telah bersatu dan Menyatu dalam Gerak yang Tiada Berantara.
Dan JIWA yang tunduk pada kehendak Guru Sejati (Allah) akan meneggelamkan kemauan hawa nafsu, (yang merupakan UPAYA, PROSES penundukan dari UNSUR TUHAN terhadap UNSUR BUMI, jasad), yang dilaksanakan dengan perbuatan, yang disebut laku PRIHATIN, ( LAKU ini dijalankan dengan pembebasan diri dari sumber perbudakan nikmat duniawi), melalui la hawla wal quwata illa bi Allah.
maka terjdilah DIAM dan menyatu dalam GERAK yang tidak berantara (antara hamba dan Penciptanya).
Wassalam
T/kasih...
ReplyDelete